Serangan Peretasan China Mengguncang Keamanan Global


Ilustrasi Cyber Security 8

Cyber Security

Sebuah gelombang kekhawatiran melanda dunia internasional seiring dengan meningkatnya aktivitas peretasan yang diduga berasal dari China, mengancam keamanan global dengan serangan yang terus-menerus mengintai jaringan-jaringan vital di berbagai negara. Australia dan Belanda adalah dua dari beberapa negara yang paling terpengaruh dan aktif dalam memantau dan merespons ancaman ini.

Ancaman dari APT40 dan Kelompok Peretasan China

Australia, salah satu negara yang paling terdampak, telah mengungkapkan keprihatinan serius terhadap serangan yang dilakukan oleh kelompok peretas yang diyakini berafiliasi dengan pemerintah China. Menurut laporan dari Pusat Keamanan Siber Australia, kelompok yang dikenal sebagai APT40 secara rutin telah menargetkan jaringan-jaringan kritis di Australia, termasuk sektor pemerintah dan swasta. Serangan-serangan ini telah mencakup pencurian data sensitif seperti kata sandi dan nama pengguna dari jaringan-jaringan yang tidak disebutkan namanya pada tahun 2022.

"Praktik yang dijelaskan dalam laporan ini secara teratur berlangsung terhadap jaringan Australia," kata laporan tersebut, menyoroti kecanggihan APT40 dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi kerentanan terbaru dalam infrastruktur IT untuk mencapai tujuan mereka. Ancaman ini tidak hanya berhenti di Australia, tetapi juga merambah ke berbagai negara lain, termasuk Amerika Serikat.

Ancaman Global: Serangan Terhadap FortiGate dan Penelusuran oleh Belanda

Belanda juga mengalami serangan yang signifikan dari kelompok peretas yang didukung oleh negara China. Menurut laporan dari Pusat Keamanan Siber Nasional Belanda (NCSC), serangan spionase siber ini telah berhasil menginfeksi lebih dari 20.000 perangkat FortiGate di seluruh dunia. Perangkat-perangkat ini digunakan tidak hanya oleh sektor pemerintah, tetapi juga oleh korps diplomatik dan industri pertahanan di negara-negara Barat.

Badan Intelijen dan Keamanan Militer Belanda (MIVD) telah melakukan penelitian mendalam terkait serangan ini, menunjukkan bahwa aktor negara China berhasil memanfaatkan kerentanan dalam perangkat FortiGate untuk mendapatkan akses yang luas dalam rentang waktu yang relatif singkat pada tahun 2022 dan 2023. Ancaman ini menjadi indikasi nyata akan kompleksitas dan keberanian dalam operasi peretasan yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok peretas yang terkait dengan pemerintah China.

Tantangan dalam Mendeteksi dan Mengatasi Ancaman

Meskipun laporan-laporan teknis seperti COATHANGER berhasil mendeteksi dan memitigasi sebagian serangan-serangan ini, tantangan untuk menghadapi aktor-aktor peretasan yang terorganisir dan berafiliasi dengan negara tetap sangat besar. Organisasi-organisasi keamanan siber di Australia dan Belanda mengakui bahwa meskipun langkah-langkah telah diambil untuk memperkuat keamanan, kemungkinan bahwa aktor-aktor ini masih memiliki akses terhadap sistem-sistem korban mereka tetap merupakan ancaman yang nyata.

Respons di Amerika Serikat: Dakwaan Terhadap Peretas China

Di Amerika Serikat, respons terhadap serangan-serangan peretasan yang diduga berasal dari China telah menjadi perhatian utama. Pada kasus terbaru, tujuh peretas yang terkait dengan operasi peretasan yang menargetkan kritikus-kritikus Beijing, pebisnis, dan politisi AS telah didakwa secara resmi. Tindakan ini menunjukkan bahwa serangan siber tidak hanya merupakan ancaman terhadap infrastruktur IT, tetapi juga mencakup dimensi politik dan ekonomi yang lebih luas.

Secara keseluruhan, serangan-serangan peretasan yang terus menerus yang diduga berasal dari China telah memunculkan kekhawatiran yang mendalam di banyak negara. Ancaman ini tidak hanya mencakup serangan terhadap infrastruktur teknologi, tetapi juga menggugah kesadaran akan kebutuhan akan perlindungan yang lebih serius terhadap data pribadi dan kepentingan nasional.

Negara-negara diharapkan untuk meningkatkan kerja sama internasional dalam menanggapi ancaman siber ini, dengan meningkatkan pertukaran informasi dan memperkuat kapasitas teknis mereka. Perlindungan terhadap infrastruktur siber tidak lagi menjadi tanggung jawab individu atau entitas tertentu, tetapi harus dianggap sebagai tantangan global yang memerlukan respons global yang koordinatif dan efektif.

Dalam menghadapi ketidakpastian ini, penting untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan keamanan siber yang lebih ketat dan memperkuat norma-norma internasional dalam ranah keamanan digital. Hanya dengan langkah-langkah preventif dan proaktif yang kuat, kita dapat menjaga stabilitas dan keamanan dunia digital yang semakin terhubung dan kompleks ini.


Bagikan artikel ini